Kamis, 08 Januari 2015

JIKA AKU MENJADI EPIDEMIOLOG



Jika aku menjadi epidemiolog.... Aku ingin mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi peneliti dan praktisi yang terlatih baik, mampu melakukan penelitian dan pelayanan teknisnya dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit tropik. Dengan aku menjadi epidemiolog, aku ingin:
·         Merancang, melaksanakan dan menilai sistem surveilans dan program skrining kesehatan masyarakat.
·         Mengenal, menyelidiki dan menanggulangi kejadian luar biasa (KLB) penyakit maupun faktor-faktor penyebab penyakit/masalah kesehatan masyarakat, yang termasuk di dalamnya faktor lingkungan.
·         Merancang, melaksanakan, mengolah, menganalisis dan menyimpulkan hasil survey deskriptif dan penelitian analitik di masyarakat atau di rumah sakit.
·         Merencanakan, melaksanakan dan menilai program pelatihan, publikasi dan konsultasi, serta
·         Mengidentifikasi, membuat prioritas dan merencanakan program penanggulangan masalah kesehatan masyarakat, serta menilai keberhasilan program kesehatan yang ada.
·         Dan masih banyak keahlian yang ingin aku bisa J

Aku mempunyai mimpi untuk dapat bekerja yang memiliki prospek atau peluang kerja yang bagus seperti di Dinas Kesehatan, Kantor Kesehatan Pelabuhan, dan lain-lain.



Minggu, 15 Desember 2013

Information Technology in Public Health Perspective

Dewasa ini perkembangan teknologi informasi sangatlah cepat. Hampir semua bidang ilmu pengetahuan tidak terlepas dengan penggunaan teknologi informasi. Salah satu bidang tersebut yaitu bidang kesehatan.
Adapun juga ilmu yang mengkaji penggunaan teknologi informatika dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang disebut dengan Informatika Kesehatan. Pendekatan dalam kesehatan di masyarakat merupakan pendekatan yang sangat berbeda dengan kedokteran. Kita kenal dalam kesehatan beberapa pendekatan, antara lain :
·         Promotif,
·         Preventif,
·         Kuratif dan
·         Rehabilitatif.
Namun dalam pendekatan kesehatan di masyarakat menggunakan metode pendekatan preventif dan promotif. Oleh karenanya dalam kajian ilmu terjadi pemisahan dari kedokteran. Berkembang kemudian “kesehatan masyarakat”. Pada informatika kesehatan terdapat hal yang prinsip yang sangat berbeda dengan informatika kedokteran. Pada informatika kesehatan beberapa penelusuran masalah akan berawal dari evidence base. Karena itu cakupan informatika kesehatan merupakan cakupan massal bukan individu. Indikator-indikator kesehatan tidak terbentuk secara individu tetapi merupakan kumulatif dari massa atau publik. Pada informatika kesehatan tidak dilakukan intervensi secara personal tetapi secara publik. Pada informatika kesehatan tidak berbasis kuratif dan rehabilitatif tetapi menekankan pendekatan promotif dan preventif. Teknologi pada informatika kesehatan digunakan untuk melakukan intervensi secara publik dengan cakupan yang luas.
Salah satu penerapan teknologi informasi dan komunikasi di bidang kesehatan yang dikenal dengan e-Health merupakan suatu tuntutan organisasi, tidak saja di sektor pemerintah, tetapi juga di sektor swasta, yaitu dalam melaksanakan pelayanan agar lebih berkualitas dan efisien. Bila penerapan teknologi informasi dan komunikasi di bidang kesehatan berhasil mencapai sasaran, maka pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat dapat dipercepat. Pada suatu kesempatan acara Indonesia Celullar Show (ICS), Indonesia Internasional Communication Conference (ICC) dan Expo 2012 di Jakarta Convention Center, Jakarta tahun 2012 Pelaksana Tugas Menteri Kesehatan (Plt. Menkes), Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi, Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, Sp.F(K) menyatakan penerapan TIK di bidang kesehatan dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu penerapan TIK untuk manajemen kesehatan dan penerapan TIK untuk pelayanan kesehatan. Sedangkan untuk pemanfaatan TIK yang menyatu dengan manajemen kesehatan dilakukan melalui sistem pelaporan terpadu, sehingga pengambilan keputusan dan alokasi sumber daya kesehatan akan lebih tepat. TIK dapat digunakan juga untuk membantu pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit atau pengamatan kejadian penyakit dari hari ke hari, sehingga kejadian luar biasa penyakit dapat secara cepat diantisipasi. Dengan TIK, maka peningkatan gizi buruk, peningkatan kejadian malaria, diare, demam berdarah, dapat terdeteksi lebih dini melalui perangkat TIK yang bergerak (m-Health). Lebih jauh Plt. Menkes menyatakan pemanfaatan TIK untuk pelayanan kesehatan perorangan, baik di rumah sakit, Puskesmas, laboratorium, apotek maupun praktek swasta, secara ideal harus mampu melakukan transfer data pasien secara elektronik.

Langkah ini dapat mempercepat layanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pelayanan kesehatan. kemajuan TIK juga dapat membantu mengatasi masalah langkanya tenaga ahli di daerah dengan menerapkan pengobatan jarak jauh, seperti: tele-medicine, tele-consultation, dan tele-radiology. Saat ini, Pemerintah bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti institusi pendidikan, organisasi profesi, dan pelaku industri telah mengembangkan pengobatan jarak jauh.  Untuk mendorong percepatan penerapan TIK di bidang kesehatan, diterapkan tiga strategi seperti; penguatan kebijakan dan perencanaan terkait penerapan TIK; pengintegrasian sistem-sistem informasi yang ada; dan penguatan sumber daya manusia atau SDM, khususnya tenaga pengelola sistem informasi kesehatan. Untuk menyukseskan program e-Health, diperlukan dukungan dan tanggung jawab semua sektor, baik sektor swasta maupun pemerintah.

Dalam keterangan diatas juga disebutkan, TIK dapat digunakan juga untuk membantu pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit. Surveilans Epidemiologis yaitu kumpulan data penyakit yang diobservasi untuk mengetahui tren dan mendeteksi perubahan kejadian penyakit tersebut secara dini. Guna mendukung kelancaran Surveilans Epidemiologi diterapkan Sistem Informasi Geografis (SIG) dibidang kesehatan. Sistem ini berguna untuk menampilkan berbagai peta tematik kesehatan. SIG sangat membantu otoritas kesehatan untuk mengambil kebijakan yang cepat dan tepat. Dalam hal ini hasil-hasil dari Surveilans epidemologis dalam format SIG bisa ditampilkan secara fleksibel melalui internet.

Adapun keuntungan yang kita peroleh dalam penggunaan teknologi informasi di bidang kesehatan yaitu dengan sistem yang diterapkan Survailens Epidemiologi akan mempermudah pengamatan pola dan distribusi penyakit berdasarkan area geografis, usia, komunitas, dan sebagainya. Prosedur pengumpulan data secara manual dapat digantikan dengan digitalisasi yang lebih cepat, akurat dan hemat biaya. Apalagi jika jarak lokasi kejadian dan tempat pengumpulan data sangat berjauhan. Selain, itu dapat menghemat tenaga dan waktu sehingga pengambilan keputusan lebih efisien dan efektif.

Sumber :

Nama : Marisa Gita Putri
NIM : 25010112130397
  

Pemanfaatan Epidemiologi K3 dalam Analisis Status Kesehatan Pekerja

Epidemiologi K3 adalah penerapan ilmu epidemiologi dalam kesehatan kerja agar tenaga kerja dapat bekerja secara aman, nyaman, sehat dan produktif serta berusaha terhindar dari risiko bahaya di tempat kerja. Konsep dari epidemiologi K3 masih berhubungan dengan konsep epidemiologi secara umum. Penerapan konsep epidemiologi dalam lingkup K3 adalah suatu upaya memahami risiko terjadinya penyakit atau cedera dalam rangka melakukan tindakan upaya pencegahan atau pengendalian. Dalam hal ini epidemiologi kesehatan kerja akan menentukan dan mempelajari faktor determinan dari penyakit akibat kerja terhadap kejadian kecelakaan kerja dan distribusinya pada masyarakat pekerja.
Dapat dikatakan bahwa epidemiologi merupakan faktor penentu yang penting untuk mengidentifikasi penyebab dari terjadinya bahaya kecelakaan kerja. Data hasil studi ilmu epidemiologi kesehatan kerja penting untuk menunjang suatu kebijaksanaan program bidang keselamatan dan kesehatan kerja (K3) terutama terhadap upaya penurunan risiko potensi bahaya kecelakaan kerja / gangguan kesehatan pada tenaga kerja. Dalam hal ini untuk mendapatkan hasil studi epidemiologi perlu adanya suatu penelitian. Penelitian epidemiologi secara umum dilaksanakan untuk mendeskripsikan penyakit atas dasar agent, host dan environment, meneliti mekanisme terjadinya penyakit, meneliti faktor-faktor determinan bagi suatu penyakit, mencari teknik diagnostik yang spesifik, mencari cara pencegahan penyakit, pengendalian dan pemberantasannya, dan mengikuti berbagai faktor sebagai agent potensial, meneliti, lalu melakukan identifikasi apa efek potensial agent terhadap mikroorganisme dan organisme lainnya.
Ruang lingkup atau manfaat epidemiologi kesehatan kerja diantaranya penyebab (causation), riwayat alamiah penyakit (natural history of desease), menjelaskan status kesehatan populasi pekerja (description of health status of population), dan melakukan penilaian terhadap perlakuan yang diberikan (evaluasi of intervetion). Pertama, terdapat tiga faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja diantaranya faktor agen, host, dan lingkungan. Dari ketiga faktor tersebut memiliki peran dalam penentu faktor kesehatan dari para pekerjanya. Pada faktor lingkungan dibagi lagi penjabaran lima faktor diantaranya faktor psikologis, faktor biologis, faktor kimia, faktor kecelakaan, dan faktor fisika. Yang termasuk faktor psikologis adalah tingkat stress, pembagian pekerjaan, serta hubungan dalam penggajian pekerja dan lain-lain. Faktor biologis dipengaruhi oleh aktivitas organisme yang berada pada lingkungan pekerjaan seperti bakteri, virus, dan parasit. Faktor kimia misalnya debu, bahan kimiawi, rokok. Faktor kecelakaan diantaranya situasi bahaya dan sebagainya. Dan faktor fisika misalnya iklim, bising, cahaya, radiasi. Kedua,  riwayat penyakit ilmiah menunjukkan peranan hubungan antar faktor-faktor tadi secara berganda. Ketiga, mendeskripsikan status kesehatan pekerja, dengan adanya epidemiologi K3 kita dapat mengetahui status dari kesehatan pekerja. Keempat, evaluasi yang merupakan penilaian terhadap perlakuan yang diberikan. Dengan hasil yang telah didapatkan, kita dapat melakukan beberapa tindakan dalam upaya mencapai kesehatan dengan mengadakan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan masyarakat, dan pelayanan pengobatan.
   
Epidemiologi kesehatan kerja merupakan bentuk kegiatan yang erat hubungannya dengan penyusunan perencanaan kesehatan masyarakat serta penilaian hasil kegiatan usaha pelayanan kesehatan pada penduduk tertentu. Salah satu bentuk penelitian epidemiologi yakni penelitian observasi atau pengamatan terhadap kejadian alami dalam masyarakat untuk mencari hubungan sebab akibat terjadinya gangguan keadaan normal dalam masyarakat tersebut. Dalam hal ini, populasi sasaran ditentukan secara cermat serta setiap perubahan yang timbul merupakan akibat dari perlakuan khusus oleh pihak peneliti. Model dasar penelitian epidemiologi biasanya dilakukan di laboratorium atau lapangan dan bersifat observasional atau eksperimen. Kemudian dilakukan penyusunan laporan didasarkan atas hasil penelitian epidemiologi yang telah dilakukan secara analisis deskriptif.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa pemanfaatan epidemiologi K3 memiliki peranan penting dalam analisis status kesehatan pekerja yang mana terdapat berbagai indikator-indikator yang harus diperhatikan. Setelah diadakannya penelitian, hasil yang akan diterima akan menjadi acuan pekerja untuk lebih memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan melakukan pencegahan maupun pengobatan terhadap suatu penyakit atau kecelakaan kerja.


Referensi

Filosofi dan Konsep Dasar Kesehatan Kerja.  http://idki.org/index.php/info/ilmiah/92-filosofi-dan-konsep-dasar-kesehatan-kerja. Diunduh tanggal 27 April 2013.



Badan Penyelenggara Jaminan Sosial


Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT Askes dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT Jamsostek. Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan.
Lembaga ini bertanggung jawab terhadap Presiden. BPJS berkantor pusat di Jakarta, dan bisa memiliki kantor perwakilan di tingkat provinsi serta kantor cabang di tingkat kabupaten kota.
Kepesertaan Wajib
Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS. Ini sesuai pasal 14 UU BPJS.
Setiap perusahaan wajib mendaftarkan pekerjanya sebagai anggota BPJS. Sedangkan orang atau keluarga yang tidak bekerja pada perusahaan wajib mendaftarkan diri dan anggota keluarganya pada BPJS. Setiap peserta BPJS akan ditarik iuran yang besarnya ditentukan kemudian. Sedangkan bagi warga miskin, iuran BPJS ditanggung pemerintah melalui program Bantuan Iuran.
Menjadi peserta BPJS tidak hanya wajib bagi pekerja di sektor formal, namun juga pekerja informal. Pekerja informal juga wajib menjadi anggota BPJS Kesehatan. Para pekerja wajib mendaftarkan dirinya dan membayar iuran sesuai dengan tingkatan manfaat yang diinginkan.
Jaminan kesehatan secara universal diharapkan bisa dimulai secara bertahap pada 2014 dan pada 2019, diharapkan seluruh warga Indonesia sudah memiliki jaminan kesehatan tersebut. Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan BPJS Kesehatan akan diupayakan untuk menanggung segala jenis penyakit namun dengan melakukan upaya efisiensi.
Dasar Hukum
1.     Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
2.     Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 52.

Sejarah Pembentukan
Sejumlah fraksi di DPR dan pemerintah menginginkan agar BPJS II (BPJS Ketenagakerjaan) bisa beroperasi selambat-lambatnya dilakukan 2016. Sebagian menginginkan 2014. Akhirnya disepakati jalan tengah, BPJS II berlaku mulai Juli 2015. Rancangan Undang-undang tentang BPJS pun akhirnya disahkan di DPR pada 28 Oktober 2011.
Menteri Keuangan (saat itu) Agus Martowardojo mengatakan, pengelolaan dana sosial pada kedua BPJS tetap perlu memerhatikan prinsip kehati-hatian. Untuk itu, pemerintah mengusulkan dibuat katup pengaman jika terjadi krisis keuangan maupun kondisi tertentu yang memberatkan kondisi perekonomian.

Besaran Iuran
Di tahap awal program BPJS kesehatan, pemerintah akan menggelontorkan dana Rp 15,9 triliun dari APBN untuk menyubsidi asuransi kesehatan 86 juta warga miskin.
Pada September 2012, pemerintah menyebutkan besaran iuran BPJS Kesehatan sebesar Rp22 ribu per orang per bulan. Setiap peserta BPJS nanti harus membayar iuran tersebut, kecuali warga miskin yang akan ditanggung oleh pemerinta.
Namun pada Maret 2013, Kementerian Keuangan dikabarkan memotong besaran iuran BPJS menjadi Rp15,500, dengan alasan mempertimbangkan kondisi fiskal negara.
Pemangkasan anggaran iuran BPJS itu mendapat protes dari pemerintah DKI Jakarta. DKI Jakarta menganggap iuran Rp15 ribu per bulan per orang tidak cukup untuk membiayai pengobatan warga miskin. Apalagi DKI Jakarta sempat mengalami kekisruhan saat melaksanakan program Kartu Jakarta Sehat. DKI menginginkan agar iuran BPJS dinaikkan menjadi Rp23 ribu rupiah per orang per bulan.
Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Zaenal Abidin menilai bahwa iuran untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp15.500 yang akan dibayarkan pemerintah itu belumlah angka yang ideal untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang layak. IDI telah mengkaji besaran iuran yang ideal berdasarkan pengalaman praktis dari PT Askes, dimana untuk golongan satu sebesar Rp38.000.
Sementara itu kalangan anggota DPR mendesak pemerintah agar menaikkan pagu iuran BPJS menjadi sekitar Rp27 ribu per orang per bulan.

Proses Transformasi
Kementerian Sosial mengklaim Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang berlaku pada awal 2014 akan menjadi program jaminan sosial terbaik dan terbesar di Asia.
Namun pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional oleh BPJS pada 2014 diperkirakan terkendala persiapan dan infrastruktur. Misalnya, jumlah kamar rumah sakit kelas III yang masih kurang 123 ribu unit. Jumlah kamar rumah sakit kelas III saat ini tidak bisa menampung 29 juta orang miskin. Kalangan DPR menilai BPJS Kesehatan belum siap beroperasi pada 2014 mendatang.

Sumber :

Ibu Cerdas, Balita Sehat


Karya : Marisa Gita Putri  
Pada suatu hari di sebuah perkampungan bernama Kecamatan Suka Maju tinggalah beberapa keluarga kecil. Diantaranya ada Pak Sabar dan istrinya bernama Bu Welas. Sepasang suami istri tersebut dikaruniai seorang anak laki-laki bernama Amir. Amir ini masih  berusia 3 tahun. Keluarga ini terkenal dengan keluarga yang ramah dan baik sekali. Namun disisi lain, tinggalah  sebuah keluarga yang memiliki perbedaan sifat dengan keluarga Pak Sabar, keluarga tersebut adalah keluarga Pak Subur dan istrinya bernama Bu Denok. Pak Subur dan Bu Denok juga memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Bobi. Bobi juga anak balita yang berusia sebaya dengan Amir.
Bobi merupakan balita yang memiliki kebiasaan pola makan yang buruk. Bu Denok yang sering memanjakan Bobi, suka membelikan makanan apa saja termasuk makanan-makanan yang tergolong tak sehat yaitu junkfood. Memang di dalam kampung itu cuma keluarga Pak Subur yang terlihat paling mampu, mereka sering terlihat memamerkan barang-barang atau makanan yang terlihat mahal itu kepada warga. Dan bahkan Bobi sendiri yang masih kecil itu selalu bisa membuat iri para teman sebayanya dengan keadaannya yang selalu bisa makan enak. Bagi anak kecil seusia mereka, seringkali makanan yang menjadi favorit adalah makanan junkfood. Dari sinilah, keluarga ini terkenal di kampungnya sebagai keluarga yang congkak dan kurang disenangi oleh warga-warga di kampung Suka Maju tersebut.
Suka Maju adalah perkampungan yang sangat memperhatikan dan memajukan berbagai program yang dibutuhkan oleh sebuah keluarga. Termasuk diantaranya program kesehatan bagi anak. Kampung Suka Maju sangat memajukan Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut Posyandu. Kampung tersebut mewajibkan para ibu  yang memiliki balita untuk datang rutin ke Posyandu.
***
Suatu ketika datanglah sebuah hari dimana para ibu wajib membawa anak balitanya untuk ke Posyandu. Bu Denok hendak mengajak Bu Welas untuk berangkat bersama menuju Posyandu. Di tengah perjalanan menuju Posyandu ada seorang ibu yang berteriak “Eh, Bu Denok, Bu Welas coba deh lihat anak-anaknya, mereka jalan kok kayak angka sepuluh (10).” Dengan nada menyindir. Yang dimaksud dari angka 10 adalah angka 1 yang menunjukkan postur tubuh si Amir dan angka 0 yang menunjukkan postur tubuh si Bobi. Bu Denok seketika langsung menjawab “He Bu Emi jelaslah anakku si Bobi itu yang terlihat sehat, anakku gendut, lucu, gemesin lho yaaaa.” Bu Denok terlihat sekali memamerkan anaknya, Bu Welas yang berjalan disebelahnya hanya terdiam dan melayangkan senyum setelah itu.
Setiba di Posyandu ibu-ibu diharapkan berkumpul terlebih dahulu di halaman untuk mendengarkan pengarahan dari Kepala Posyandu. Kepala Posyandu menghimbau agar ibu-ibu memperhatikan dengan benar tumbuh kembang anak-anaknya, termasuk gizi yang dibutuhkan oleh anak balita. Banyak pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Posyandu kepada para balita diantaranya imunisasi, memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat, memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori cukup kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang menyusui, serta memberikan kapsul vitamin A kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun, dan lain sebagainya.
Kegiatan di Posyandu pada hari itu terlebih dahulu dilakukan penimbangan berat badan selanjutnya imunisasi polio. Pada saat giliran penimbangan berat badan, Bu Denok selalu saja memperlihatkan gayanya yang sok dan merasa serba tahu. Ketika Bu Welas menimbangkan si Amir beratnya tercatat pas, hampir dibawah kurang baik.
Selesai dari penimbangan akan dilakukan evaluasi hasil dari penimbangan tersebut, belum tenaga kesehatan memulai pembicaraan, Bu Denok tiba-tiba bersaut “Ah pasti ini termasuk tidak normal ya bu? Udah saya bilangin diperbaiki gizinya si Amir, kasih makanan yang daging-daging, jangan tahu tempe saja.”
“Ibu Denok salah, Amir ini masih normal,” kata tenaga kesehatan yang bernama Siwi.
“Sudah tidak apa-apa bu.. memang kenyataannya begitu, saya ini orang susah, saya hanya mampu memberi kebutuhan anak dengan keadaan yang seadanya.”
“Ibu Welas yang sabar ya..” kata Mbak Siwi dengan suara lirih mendekat ke telinga bu Welas. Bu Welas hanya mengangguk dan melempar senyum.
Setelah itu giliran Bobi untuk ditimbang. Dengan kagetnya Mbak Siwi berkata “Astaga Bu Denok.. tambah bulan Bobi semakin gendut sekali, ibu jangan dibiarkan gendut begitu, bahaya..., coba lihat berat Bobi 25 kg. Padahal seusia itu beratnya seharusnya berkisar 14-16 kg. Waduh tidak wajar ini bu.”
“Tidak wajar gimana mbak? Anak gendut itu lucu lho mbak. Saya itu selalu berusaha agar Bobi gizinya terpenuhi dan saya gak akan mau mengurangi porsi makan Bobi,” kata Bu Denok.
“Iya ibu benar gizi anak harus terpenuhi, namun ini berlebihan bu.”
“Bobi itu tidak mau kalo tidak makan daging-dagingan. Dan saya harus memenuhi itu. Susunya juga saya beri dengan susu yang harganya mahal,” kata Bu Denok dengan menggebu-gebu.
“Tapi itu tidak baik bu. Anak ini bisa terkena obesitas usia dini dan beresiko besar saat dia besar nanti.”
“Ah ya ndak mungkin,orang gendut itu sehat kok.”
Akhirnya perdebatan panjang itupun diakhiri dengan Mbak Siwi yang melontarkan kata terserah pada Bu Denok karena sudah kewalahan.
***
3 Bulan kemudian....
Di suatu pagi yang cerah dengan matahari yang sedang menampakkan cahayanya dari arah timur, aroma suasana pagi pun begitu terasa. Terdengar suara tukang sayur yang sedang menjajakan dagangannya.”Sayur! sayur!” suara lantang dari tukang sayur.
“Sayur.. beli sayur Mang,” kata Bu Welas.
“Oya Bu Welas..”
“Mang beli bayam, tahu, tempe,” kata Bu Welas.
“Wah Bu Welas, Amir suka sayur ya?” celoteh Bu Emi yang tiba-tiba datang menghampiri Tukang sayur.
“Iya Alhamdulillah suka sekali bu,” kata Bu Welas dengan senyum.
 “Bersyukur ya bu anaknya mau makan sayur,” salut Bu Emi.
Tiba-tiba dari belakang Bu Denok dengan nada agak keras berteriak “Mang.. aku beli daging lho! Harus ada ya..”
“Waduh Bu De.. dagingnya lagi kosong, harga daging sekarang melonjak sekali,” kata Tukang Sayur.
“Lho gimana to Mang kan anakku cuma suka daging, sayur gak suka, tahu tempe mana ada gizinya!”
“Masya Allah..” Bu Emi dan Tukang Sayur pun menggelengkan kepala dengan heran.
“Bu Denok, biasakan  Bobi untuk makan sayur, sayur itu banyak mengandung vitamin dan mineral, kaya akan serat bu. Penting bagi tubuh anak-anak kita. Tahu tempe juga mengandung protein. Makan daging boleh sekali bu, tapi jangan berlebihan seperti itu. Berlebihan itu tidak baik bu, lebih baik sesuai porsi seusia anak kita,” kata Bu Welas dengan lembut menasehati.
Lalu “Iya Bu Denok, apalagi Bobi sudah terlampau gendut sekali itu. Kasihan saya melihatnya nafasnya seperti terengah-terengah.”
Bu Denok pun tetap tidak mau menghiraukan obrolan ibu-ibu dan langsung membalikkan badan.
***
Keesokan harinya, pada siang hari terdengar suara heboh dari rumah Bu Denok.
“Pak, ada apa ya di rumah Bu Denok, kok kelihatannya ramai,” kata Bu Welas sambil menengok keluar pintu rumahnya.
“Entahlah bu, coba kita kesana.” kata Pak Sabar yang langsung bergegas ke rumah Bu Denok.
Di dalam rumah Bu Denok...
“Astaga.. Bobi kenapa ini bu?” Sahut Bu Welas dengan cemas.
“Saya melihat Bobi sudah seperti ini ketika dia selesai makan junkfood” tutur Pak Subur dengan panik.
Terlihat nafas Bobi terengah-engah dan tidak bisa berkata-kata apapun.
“Bu Welas saya takut Bobi ini kenapa-kenapa L” dengan menahan isak tangis.
“Ayo cepat kita bawa Bobi ke rumah sakit bu.”
***
Di rumah sakit..
“Dok bagaimana kondisi anak saya?” tanya Pak Subur dengan cemas.
“Ibu, anak anda terkena obesitas dini dan karena saking kegemukannya pada waktu-waktu tertentu dia akan terkena asma bronkhiale atau sesak nafas yang merupakan kelainan sistem pernapasan yang ditandai dengan penyempitan pada saluran napas. Untung saja keadaan ini hanya bersifat sementara dan masih bisa teratasi. Seharusnya ketika anak ibu ke Posyandu sudah mendapatkan peringatan untuk mengurangi konsumsi makanan lemak berlebih dan harus diimbangi dengan makan sayuran,” kata Dokter.
 “Iya dok, sudah diperingatkan dan saya pun menyesal telah menghiraukannya,” sahut Bu Denok dengan menyesal.
Bu Denok pun akhirnya menyesal dengan keadaan tersebut. Sebagai ibu yang baik seharusnya memperhatikan betul kesehatan anaknya. Terutama pada balita gizinya harus terpenuhi dan apabila berlebihan pun juga tidak baik. Jangan terlalu sering anak diperkenalkan dengan junkfood.
***
1 Bulan kemudian...
Bu Denok beserta keluarga datang ke rumah keluarga Pak Sabar dengan maksud bertamu dan mengucapkan terima kasih atas bantuannya yang telah berbaik hati dengan keluarganya. Dan karena Bu Welas lah akhirnya Bu Denok sadar akan tindakan memanjakan anak itu salah.

Kini Bu Denok lebih aktif dalam kegiatannya mengikuti program-program yang diadakan oleh Posyandu. Dan bersama-sama Bu Welas, kedua ibu itu pun menjadi volunteer penyuluh di Posyandu. 

PUBLIC HEALTH!


Sabtu, 14 Desember 2013

Sarjana Kesehatan Masyarakat Dibutuhkan Masyarakat

Semarang, undip.ac.id. “Kompetensi  Sarjana Kesehatan Masyarakat dibangun dari beberapa keilmuwan yang dikembangkan oleh bagian-bagian atau jurusan-jurusan di Fakultas Kesehatan Masyarakat, yang meliputi  Administrasi Kebijakan Kesehatan Masyarakat , Promosi dan Pendidikan Kesehatan Masyarakat, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Gizi Kesehatan Masyarakat, Epidemiologi, Biostatistik dan Kesehatan Reproduksi, dan Kesehatan Lingkungan” tutur  Hanifa M. Denny, SKM, MPH, Ph.D selaku ketua Umum Persatuan Sarjana Kesehatan Masyarakat Indonesia (Persakmi), dalam acara Talkshow and Motivation Training “Show Our Phase” Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro, minggu (8/9) di Gedung Prof. Soedarto Undip Tembalang.
“Sedangkan untuk Area Kerja SKM , diantaranya Advokasi dengan institusi pemerintah dan non-pemerintah, khususnya berkenaan dengan pembangunan kesehatan masyarakat, investigasi dan penanganan masalah kesehatan di masyarakat, seperti pada kejadian wabah penyakit dan bencana alam, Pengelolaan sampah dan limbah, polusi udara di masyarakat, Penanganan masalah higiene industri kesehatan dan keselamatan kerja, Peneliti kesehatan masyarakat, dan Pengelola program kesehatan” lanjut Hanifa.
Dalam sambutannya, Ir. Suyatno, M.Kes selaku Pembantu Dekan III FKM Undip  berharap kegiatan ini akan memberikan pemahaman pada mahasiswa baru khususnya dan mahasiswa lama bahwa profesi kesehatan masyarakat memiliki nilai dan peran penting di masyrakat. “Profesi kesehatan masyarakat ada karena ada pengakuan dari masyarakat sehingga mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan kewajiban profesional sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat” ungkapnya. Menurut Meitrika Damayanti, selaku seksi Humas kegiatan talkshow, mengatakan bahwa talkshow ini bertujuan memberikan wawasan yang luas  tentang peran FKM dan Sarjana FKM bahwa kedepannya lulusan FKM bisa masuk ke segala sektor pekerjaan sesuai dengan disiplin ilmu yang digeluti.  “Profesi kesehatan masyarakat masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat, sehingga mahasiswa tidak perlu khawatir,  selain talkshow dalam kegiatan ini diisi juga oleh motivator pendidikan, dengan pemberian motivasi diharapkan para mahasiswa akan semakin bersemangat untuk belajar di FKM dan meningkatkan kepercayaan diri sehingga menumbuhkan rasa bangga terhadap FKM” tutur Meitrika.
Salah satu pembicara talkshow adalah mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah, Rustriningsih. Berangkat dari keprihatannya melihat di Indonesia setiap tahun penderita bibir sumbing bertambah 5.000 kasus dan di dominasi kaum miskin, Rustiningsih meneruskan aktivitas sosial operasi bibir sumbing gratis yang cakupannya nasional. Menurutnya rendahnya kualitas kesehatan masyrakat akan membawa dampak pada rendahnya kualitas kesejahteraaan hidup yang bersangkutan.