Karya : Marisa Gita Putri
Pada suatu hari di sebuah perkampungan bernama
Kecamatan Suka Maju tinggalah beberapa keluarga kecil. Diantaranya ada Pak
Sabar dan istrinya bernama Bu Welas. Sepasang suami istri tersebut dikaruniai
seorang anak laki-laki bernama Amir. Amir ini masih berusia 3 tahun. Keluarga ini terkenal dengan
keluarga yang ramah dan baik sekali. Namun disisi lain, tinggalah sebuah keluarga yang memiliki perbedaan sifat
dengan keluarga Pak Sabar, keluarga tersebut adalah keluarga Pak Subur dan
istrinya bernama Bu Denok. Pak Subur dan Bu Denok juga memiliki seorang anak
laki-laki yang bernama Bobi. Bobi juga anak balita yang berusia sebaya dengan
Amir.
Bobi merupakan balita yang memiliki kebiasaan pola
makan yang buruk. Bu Denok yang sering memanjakan Bobi, suka membelikan makanan
apa saja termasuk makanan-makanan yang tergolong tak sehat yaitu junkfood. Memang di dalam kampung itu
cuma keluarga Pak Subur yang terlihat paling mampu, mereka sering terlihat
memamerkan barang-barang atau makanan yang
terlihat mahal itu kepada warga. Dan bahkan Bobi sendiri yang masih kecil itu
selalu bisa membuat iri para teman sebayanya dengan keadaannya yang selalu bisa
makan enak. Bagi anak kecil seusia mereka, seringkali makanan yang menjadi
favorit adalah makanan junkfood. Dari
sinilah, keluarga ini terkenal di kampungnya sebagai keluarga yang congkak dan
kurang disenangi oleh warga-warga di kampung Suka Maju tersebut.
Suka Maju adalah perkampungan yang sangat
memperhatikan dan memajukan berbagai program yang dibutuhkan oleh sebuah
keluarga. Termasuk diantaranya program kesehatan bagi anak. Kampung Suka Maju
sangat memajukan Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut Posyandu.
Kampung tersebut mewajibkan para ibu
yang memiliki balita untuk datang rutin ke Posyandu.
***
Suatu ketika datanglah sebuah hari dimana para ibu
wajib membawa anak balitanya untuk ke Posyandu. Bu Denok hendak mengajak Bu
Welas untuk berangkat bersama menuju Posyandu. Di tengah perjalanan menuju
Posyandu ada seorang ibu yang berteriak “Eh, Bu Denok, Bu Welas coba deh lihat
anak-anaknya, mereka jalan kok kayak angka sepuluh (10).” Dengan nada menyindir.
Yang dimaksud dari angka 10 adalah angka 1 yang menunjukkan postur tubuh si
Amir dan angka 0 yang menunjukkan postur tubuh si Bobi. Bu Denok seketika
langsung menjawab “He Bu Emi jelaslah anakku si Bobi itu yang terlihat sehat,
anakku gendut, lucu, gemesin lho yaaaa.” Bu Denok terlihat sekali memamerkan
anaknya, Bu Welas yang berjalan disebelahnya hanya terdiam dan melayangkan
senyum setelah itu.
Setiba di Posyandu ibu-ibu diharapkan berkumpul
terlebih dahulu di halaman untuk mendengarkan pengarahan dari Kepala Posyandu.
Kepala Posyandu menghimbau agar ibu-ibu memperhatikan dengan benar tumbuh
kembang anak-anaknya, termasuk gizi yang dibutuhkan oleh anak balita. Banyak
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Posyandu kepada para balita diantaranya
imunisasi, memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat,
memberikan makanan tambahan yang mengandung protein dan kalori cukup kepada
anak-anak dibawah umur 5 tahun dan kepada ibu yang menyusui, serta memberikan
kapsul vitamin A kepada anak-anak dibawah umur 5 tahun, dan lain sebagainya.
Kegiatan di Posyandu pada hari itu terlebih dahulu
dilakukan penimbangan berat badan selanjutnya imunisasi polio. Pada saat
giliran penimbangan berat badan, Bu Denok selalu saja memperlihatkan gayanya
yang sok dan merasa serba tahu.
Ketika Bu Welas menimbangkan si Amir beratnya tercatat pas, hampir dibawah
kurang baik.
Selesai dari penimbangan akan dilakukan evaluasi
hasil dari penimbangan tersebut, belum tenaga kesehatan memulai pembicaraan, Bu
Denok tiba-tiba bersaut “Ah pasti ini termasuk tidak normal ya bu? Udah saya
bilangin diperbaiki gizinya si Amir, kasih makanan yang daging-daging, jangan
tahu tempe saja.”
“Ibu Denok
salah, Amir ini masih normal,” kata tenaga kesehatan yang bernama Siwi.
“Sudah tidak apa-apa
bu.. memang kenyataannya begitu, saya ini orang susah, saya hanya mampu memberi
kebutuhan anak dengan keadaan yang seadanya.”
“Ibu Welas yang
sabar ya..” kata Mbak Siwi dengan suara lirih mendekat ke telinga bu Welas. Bu
Welas hanya mengangguk dan melempar senyum.
Setelah itu giliran Bobi untuk ditimbang. Dengan
kagetnya Mbak Siwi berkata “Astaga Bu Denok.. tambah bulan Bobi semakin gendut
sekali, ibu jangan dibiarkan gendut begitu, bahaya..., coba lihat berat Bobi 25
kg. Padahal seusia itu beratnya seharusnya berkisar 14-16 kg. Waduh tidak wajar
ini bu.”
“Tidak
wajar gimana mbak? Anak gendut itu lucu lho mbak. Saya itu selalu berusaha agar
Bobi gizinya terpenuhi dan saya gak akan mau mengurangi porsi makan Bobi,” kata
Bu Denok.
“Iya ibu benar
gizi anak harus terpenuhi, namun ini berlebihan bu.”
“Bobi itu tidak
mau kalo tidak makan daging-dagingan. Dan saya harus memenuhi itu. Susunya juga
saya beri dengan susu yang harganya mahal,” kata Bu Denok dengan menggebu-gebu.
“Tapi itu tidak
baik bu. Anak ini bisa terkena obesitas usia dini dan beresiko besar saat dia
besar nanti.”
“Ah ya ndak
mungkin,orang gendut itu sehat kok.”
Akhirnya
perdebatan panjang itupun diakhiri dengan Mbak Siwi yang melontarkan kata
terserah pada Bu Denok karena sudah kewalahan.
***
3 Bulan
kemudian....
Di suatu pagi yang cerah dengan matahari yang sedang
menampakkan cahayanya dari arah timur, aroma suasana pagi pun begitu terasa.
Terdengar suara tukang sayur yang sedang menjajakan dagangannya.”Sayur! sayur!”
suara lantang dari tukang sayur.
“Sayur.. beli
sayur Mang,” kata Bu Welas.
“Oya Bu Welas..”
“Mang beli
bayam, tahu, tempe,” kata Bu Welas.
“Wah Bu Welas,
Amir suka sayur ya?” celoteh Bu Emi yang tiba-tiba datang menghampiri Tukang
sayur.
“Iya
Alhamdulillah suka sekali bu,” kata Bu Welas dengan senyum.
“Bersyukur ya bu anaknya mau makan sayur,”
salut Bu Emi.
Tiba-tiba dari
belakang Bu Denok dengan nada agak keras berteriak “Mang.. aku beli daging lho!
Harus ada ya..”
“Waduh Bu De..
dagingnya lagi kosong, harga daging sekarang melonjak sekali,” kata Tukang
Sayur.
“Lho gimana to
Mang kan anakku cuma suka daging, sayur gak suka, tahu tempe mana ada gizinya!”
“Masya Allah..”
Bu Emi dan Tukang Sayur pun menggelengkan kepala dengan heran.
“Bu Denok,
biasakan Bobi untuk makan sayur, sayur
itu banyak mengandung vitamin dan mineral, kaya akan serat bu. Penting bagi
tubuh anak-anak kita. Tahu tempe juga mengandung protein. Makan daging boleh
sekali bu, tapi jangan berlebihan seperti itu. Berlebihan itu tidak baik bu,
lebih baik sesuai porsi seusia anak kita,” kata Bu Welas dengan lembut
menasehati.
Lalu “Iya Bu
Denok, apalagi Bobi sudah terlampau gendut sekali itu. Kasihan saya melihatnya
nafasnya seperti terengah-terengah.”
Bu Denok pun
tetap tidak mau menghiraukan obrolan ibu-ibu dan langsung membalikkan badan.
***
Keesokan
harinya, pada siang hari terdengar suara heboh dari rumah Bu Denok.
“Pak, ada apa ya
di rumah Bu Denok, kok kelihatannya ramai,” kata Bu Welas sambil menengok
keluar pintu rumahnya.
“Entahlah bu,
coba kita kesana.” kata Pak Sabar yang langsung bergegas ke rumah Bu Denok.
Di dalam rumah
Bu Denok...
“Astaga.. Bobi
kenapa ini bu?” Sahut Bu Welas dengan cemas.
“Saya melihat
Bobi sudah seperti ini ketika dia selesai makan junkfood” tutur Pak Subur dengan panik.
Terlihat nafas
Bobi terengah-engah dan tidak bisa berkata-kata apapun.
“Bu Welas saya
takut Bobi ini kenapa-kenapa L”
dengan menahan isak tangis.
“Ayo cepat kita
bawa Bobi ke rumah sakit bu.”
***
Di rumah sakit..
“Dok bagaimana
kondisi anak saya?” tanya Pak Subur dengan cemas.
“Ibu, anak anda
terkena obesitas dini dan karena saking kegemukannya pada waktu-waktu tertentu
dia akan terkena asma bronkhiale atau
sesak nafas yang merupakan kelainan sistem pernapasan yang ditandai dengan
penyempitan pada saluran napas. Untung saja keadaan ini hanya bersifat
sementara dan masih bisa teratasi. Seharusnya ketika anak ibu ke Posyandu sudah
mendapatkan peringatan untuk mengurangi konsumsi makanan lemak berlebih dan
harus diimbangi dengan makan sayuran,” kata Dokter.
“Iya dok, sudah diperingatkan dan saya pun
menyesal telah menghiraukannya,” sahut Bu Denok dengan menyesal.
Bu Denok pun
akhirnya menyesal dengan keadaan tersebut. Sebagai ibu yang baik seharusnya
memperhatikan betul kesehatan anaknya. Terutama pada balita gizinya harus
terpenuhi dan apabila berlebihan pun juga tidak baik. Jangan terlalu sering
anak diperkenalkan dengan junkfood.
***
1 Bulan
kemudian...
Bu Denok beserta
keluarga datang ke rumah keluarga Pak Sabar dengan maksud bertamu dan
mengucapkan terima kasih atas bantuannya yang telah berbaik hati dengan
keluarganya. Dan karena Bu Welas lah akhirnya Bu Denok sadar akan tindakan
memanjakan anak itu salah.
Kini Bu Denok
lebih aktif dalam kegiatannya mengikuti program-program yang diadakan oleh
Posyandu. Dan bersama-sama Bu Welas, kedua ibu itu pun menjadi volunteer penyuluh di Posyandu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar